PENDAHULUAN
Tingginya angka kecelakaan moda transportasi darat bukanlah permasalahan yang tergolong baru di Indonesia. Dari sejumlah data yang ada menyebutkan bahwa jumlah kasus, korban luka, dan korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya terus meningkat setiap tahunnya. Rata-rata 30 ribu orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya per tahun atau 82 orang per hari. Diperinci lagi, rata-rata dua orang tewas per jamnya akibat kecelakaan. Secara nasional, rata-rata terjadi 10 ribu kasus kecelakaan lalu lintas setiap tahun. (Thomas pulungan dan Yani A, 2007).
Kecelakaan lalu lintas dapat berdampak terhadap peningkatan kemiskinan, karena kecelakaan lalu lintas mengakibatkan bertambahnya biaya perawatan, kehilangan produktivitas, kehilangan pencari nafkah dalam keluarga yang menyebabkan trauma, stress dan penderitaan yang berkepanjangan. Bahkan lebih jauh lagi kecelakaan lalu lintas dapat memicu terjadinya permasalahan di segala bidang seperti terjadinya kesenjangan sosial akibat meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya angka kriminalitas, ketidakstabilan politik dan kerugian di bidang ekonomi.
Berdasarkan studi bersama yang dilakukan oleh UGM (Universitas Gajah Mada) dan UI (Universitas Indonesia), perkiraan kerugian ekonomi akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia pada tahun 2002 kurang lebih sebesar 30,82 triliun rupiah atau sekitar 2,17% dari GDP (Gross Domestic Produk). Sedangkan menurut data dari Ditlantas Babinkam Polri, kecelakaan Lalu lintas mengakibatkan kerugian material sebesar Rp. 38,74 triliun per tahun, yakni hampir setara dengan dua kali seluruh bantuan pembangunan. (http://www.hubdat.web.id/webktd/DKTJ.pdf). Kerugian ini akan meningkat seiring dengan peningkatan angka kecelakaan lalu lintas. Apabila dibiarkan, hal ini akan semakin berdampak buruk terhadap kondisi bangsa di masa depan.
Untuk itu perlu dikaji ulang upaya – upaya penertiban para pengguna jalan oleh pemerintah yang dilakukan selama ini. Kenyataannya, pengendalian sosial yang dilakukan pemerintah hanya dititik beratkan pada penyelenggaran sistem lalu lintas sebagai elemen kontrol yang memaksa pengguna jalan untuk taat dan patuh terhadap peraturan lalu lintas. Hal ini diwujudkan dalam berbagai program kebijakan lalu lintas seperti menaikkan ancaman sanksi hukum bagi pelanggar dan meningkatkan intesitas sidak dan patroli aparat. Hal tersebut tidak diimbangi oleh pelaksanaannya yang profesional di lapangan sehingga berakibat pada bergesernya nilai budaya tertib lalu lintas ke arah yang cenderung negatif dimana peraturan lalu lintas tidak lagi dihormati.
Usaha yang paling tepat dilakukan adalah bagaimana membuat manusia sebagai pengguna jalan bisa berdisiplin dan sadar akan bahaya kecelakaan lalu lintas. Untuk mewujudkan hal ini maka pengendalian sosial melalui pendekatan persuasif perlu digunakan. Melalui penyelenggaraan program – program yang didasarkan pada pendekatan persuasif inilah upaya – upaya preventif terhadap kecelakaan lintas diharapakan dapat lebih dioptimalkan. Selain itu perlu dilakukan upaya pencegahan dari segi teknis untuk mendukung metode pendekatan persuasif. Hal ini dikarenakan upaya pendekatan persuasif tidak dapat segera dirasakan keberhasilannya karena membutuhkan waktu yang relatif lama.
DEFINISI
Pengendalian sosial adalah upaya mengendalikan masyarakat dengan menata hubungan antar masyarakat agar perilakunya yang dilakukan secara sengaja dan sistematis tidak sampai menimbulkan masalah-masalah sosial yang dapat merugikan pihak-pihak lain. Melalui pengertian tersebut diketahui bahwa obyek atau sasaran dari pengendalian sosial ini adalah masalah manusia.
Upaya pengendalian sosial dapat dilakukan dengan melalui dua jenis pendekatan yaitu pendekatan koersif dan persuasif. Pendekatan koersif merupakan upaya pengendalian sosial yang ditekankan melalui cara – cara pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman untuk mengubah perilaku masyarakat. Pendekatan persuasif yaitu upaya pengendalian sosial yang ditekankan pada usaha untuk mengajak dan membimbing. (Pertampilan, 2003)
PENYEBAB TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS
Menurut Prof. Dr. Ir. Harnen Sulistio MSc, Dosen Senior Fakultas Teknik Unibraw, terdapat lima faktor yang dapat menyebabkan terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas. Beliau menyebutkan faktor-faktor tersebut yaitu faktor pengemudi (manusia), lalu lintas, jalan, kendaraan dan lingkungan. (http://www.brawijaya.ac.id/ en/8_directory/staf.php?detail=131415580). Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Djoko Susilo menyatakan bahwa perilaku pengendara yang tidak tertib merupakan penyebab kecelakaan lalu lintas terbanyak selama tahun 2007. Dari sebanyak 5.154 peristiwa kecelakaan yang terjadi, 1.388 kasus diantaranya disebabkan karena pengemudi yang tidak tertib. (Media Indonesia, 2008).
Dalam upaya peningkatan ketertiban para pengguna jalan tersebut, pemerintah melakukan upaya pengendalian sosial. Pendekatan koersif merupakan metode pendekatan dimana upaya pengendalian sosial selama ini dititk beratkan. Hal ini dapat dilihat dari upaya – upaya perombakan sistem lalu lintas yang dilakukan seperti menaikkan denda dan ancaman hukuman bagi pelanggar lalu lintas, memperketat pengurusan surat ijin mengemudi, dan surat kelayakan jalan kendaraan bermotor, (Dapat dilihat pada UU No. 14 Tahun 1992), serta meningkatkan intensitas sidak (inspeksi mendadak), dan patroli aparat.
Sebenarnya, melalui pendekatan koersif ini akan dapat diperoleh hasil dalam waktu relatif lebih singkat. Akan tetapi, upaya ini tidak tidak akan efektif selama penegakan hukum lalu lintas masih lemah. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya terjadi praktik penyelewengan hukum antara aparat dengan para pelanggar lalu lintas. Bukan rahasia umum apabila kasus pelanggaran lalu lintas banyak yang tidak diselesaikan sesuai prosedur. Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Prof. Dr. Irjen Pol Farouk Muhammad, (Kompas, 10 Desember 2004), mengungkapkan model tilang yang berlaku saat ini dianggap terlalu birokratis dan prosesnya panjang sehingga menimbulkan biaya tinggi. Kondisi tersebut kerap memunculkan praktik – praktik korupsi yang dilakukan petugas di lapangan dengan pelanggar lalu lalu lintas dimana istilah yang sering digunakan adalah ”damai”. Akibatnya, kesadaran masyarakat untuk mentaati aturan lalu lintas pun sulit untuk diwujudkan.
Kurangnya aspek pengawasan lalu lintas akibat jumlah polisi lalu lintas yang relatif jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pengguna jalan juga merupakan penyebab tidak efektifnya upaya penegakan ketertiban lalu lintas melalaui pendekatan koersif selama ini. Seperti diketahui tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia telah mencapai 15% per tahun. (Antara News, 2007).
Di lain pihak, jumlah polisi terlampu sedikit untuk mengawasi pengguna jalan yang banyak yaitu dengan perbandingan 1 : 2.000, (Tempo, 11 Desember 2003), sehingga jangkauan pengawasan menjadi tidak efektif. Karena pada dasarnya jangkauan pengawasan kurang, maka praktik pelanggaran dengan mudahnya dilakukan tanpa terdeteksi oleh aparat.
Akibat dari pendekatan koersif yang tidak diimbangi oleh penegakan hukum yang tegas dan jangkauan pengawasan yang maksimal maka terbentuk sikap pasif dari para pengguna jalan. Sikap pasif di sini dapat juga disebut kepatuhan semu dari pengguna jalan terhadap hukum berlalu lintas sebagai akibat pendekatan koersif yang didasarkan atas asas pemaksaan. Artinya, mereka patuh hanya ketika berada dalam pengawasan perangkat aparat yang mengontrol aktivitas mereka di jalan sehingga tidak ada kesadaran untuk secara aktif menaati peraturan lalu lintas. Padahal, sebenarnya hukum tersebut dibuat demi keselamatan mereka di jalan.
Dengan demikian, praktik pelanggaran lalu lintas seolah menjadi hal yang lumrah dilakukan selama tidak ada pengawasan aparat. Selain itu, praktik ”damai” yang sering dilakukan mengakibatkan proses hukum dari praktik pelanggaran lalu lintas seolah tidak terlalu memberatkan bagi para pelanggar. Karena kondisi yang demikian dibiarkan dalam waktu yang cukup lama, nilai – nilai budaya masyarakat dalam berlalu lintas kemudian bergeser ke arah yang cenderung negatif. Praktik pelanggaran lalu lintas seolah telah mendapat persetujuan secara sosial selama dilakukan di luar pengawasan aparat. Persepsi negatif ini kemudian membudaya secara sistematis dalam masyarakat kita dalam berlalu lintas.
PENDEKATAN PERSUASIF DAN KETERTIBAN LALU LINTAS
Persuasi akan mengubah persepsi sekaligus merekonstruksi budaya berlalu lintas yang dianut masyarakat ke arah positif. Melalui persuasi akan diubah atau dibentuk kembali sikap, keyakinan, opini, atau perilaku dari para pengguna jalan sesuai dengan hasil yang telah ditentukan secara sukarela. Atau dengan kata lain dilakukan upaya pembiasaan untuk tertib berlalu lintas melalui usaha mengajak atau membimbing warga masyarakat. Dengan demikian, melalui persuasi, kebiasaan masyarakat dalam berlalu lintas akan berubah secara otomatis. Hal ini kemudian diikuti dengan kesadaran dan komitmen untuk mematuhi peraturan lalu lintas sehingga efeknya akan tetap dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu persuasi tidak sama dengan koersi, dimana pada pendekatan secara koersif digunakan alat yang bersifat memaksa untuk mengubah perilaku. Keterpaksaan inilah yang kemudian mengakibatkan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas dimana tidak bertahan lama.
Hal ini disebabkan perubahan perilaku semata – mata tidak disertai kesadaran. Ketertiban lalu lintas tercipta hanya ketika ada pengawasan aparat.
Walaupun prosesnya membutuhkan waktu yang lama, pendekatan persuasif akan sangat efektif. Hal ini dikarenakan pada saat tujuan persuasi telah tercapai, masyarakat telah dapat bertindak secara aktif untuk menaati rambu – rambu lalu lintas sehingga nantinya peranan aparat dalam mengawasi aktivitas lalu lintas tidak akan terlalu dibutuhkan. Hal ini tentunya dapat menghemat biaya operasional kepolisian.
CONTOH PROGRAM PENDEKATAN PERSUASIF
Penyelenggaraan program – program yang didasarkan pada teknik persuasi merupakan program jangka panjang berkesinambungan yang mana hasil serta manfaatnya tidak dapat langsung dilihat seketika. Berikut beberapa contoh program penerapannya pada dua bidang yaitu malalui pendidikan dan media informasi.
Pendekatan Persuasif Melalui Jalur Pendidikan
Dari analisa perilaku masyarakat Indonesia dalam berlalu lintas perlu adanya penanaman pengetahuan tentang disiplin dan etika dalam berlalu lintas. Oleh karena itu dalam komponen ini direncanakan program untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang lalu lintas melalui kurikulum pendidikan. Untuk prospek jangka panjang keselamatan jalan, tersedianya program pendidikan sangat diperlukan untuk memberikan pengetahuan dan kecakapan menyangkut hal keselamatan lalu lintas.
Pendidikan berupaya menyiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai kasus di tiap tahapan pertumbuhan mereka yang makin meningkat dalam menggunakan jalan, sampai kelak menjadi orang dewasa. Program kurikulum keselamatan lalu lintas dalam pendidikan harus didukung dengan komponen yang memadai. Isi kurikulum harus ditentukan dengan prinsip pendidikan dan mencerminkan kebutuhan setempat tentang masalah keselamatan lalu lintas. Peran polisi juga diperlukan untuk datang ke sekolah-sekolah melakukan penyuluhan dan pendekatan pada siswa.
Pembelajaran secara teoritis tentang keselamatan lalu lintas, dan ceramah-ceramah tidak akan efektif kecuali merupakan suatu pekerjaan yang terus menerus di sekolah melalui program kurikulum yang terstruktur. Tetapi materi kelas juga penting karena siswa tidak akan memberikan perhatian yang cukup tanpa adanya materi. Oleh karena itu bentuk implementasi dari kurikulum pendidikan ini dapat berupa program ”Perjalanan Aman Ke Sekolah”. Program ini dilakukan dengan proses penanaman pengetahuan tentang keselamatan lalu lintas di kelas, memberikan pelatihan singkat, simulasi, dan workshop, kemudian siswa dapat mengamalkannya sewaktu dia berangkat dan pulang dari sekolah.
Penanaman pengetahuan dan simulasi materi dalam program ”Perjalanan Aman Ke Sekolah” harus sesuai dengan umur dan kondisi nyata yang dihadapi siswa dalam berlalu lintas. Contohnya siswa sekolah dasar sebagian besar adalah pejalan kaki dan pengendara sepeda. Jadi yang perlu ditanamkan adalah cara menyeberang di zebra cross, berjalan di pinggir jalan raya, memberhentikan angkutan kota, menghafalkan arti rambu-rambu lalu lintas, mengendarai sepeda yang baik, dan memilih jalur tertentu yang aman untuk bersepeda. Sedangkan siswa sekolah menengah dalam berlalu lintas sudah dipersiapkan untuk menjadi pengemudi sepeda motor maupun mobil pribadi. Pengertian tentang istilah rambu-rambu lalu lintas, dan pengajaran etika yang baik dalam mengendarai sepeda motor merupakan contoh materi yang harus ditanamkan. Sekolah-sekolah menengah hendaknya memfasilitasi siswanya untuk memperoleh SIM dengan cara melakukan pelatihan mengemudi yang bekerja sama dengan polisi dan pihak swasta. Hal ini dapat mengontrol pemberian SIM secara benar. SIM yang biasanya didapatkan dengan tes yang mudah atau dengan ”membeli” dapat diminimalkan.
Tujuan pendidikan tidak berhenti sampai di sini saja. Para siswa yang juga didorong untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuannya tentang kebiasaan berperilaku yang baik dalam berlalu lintas pada anak-anak yang lebih kecil (child to child) dan juga pada orang tuanya. Dengan diajarkannya dasar keselamatan lalu lintas di sekolah-sekolah, anak-anak dipersiapkan untuk membangun pengetahuan tentang lalu lintas, dan sikap positif yang akan mendatangkan manfaat saat anak-anak itu menjadi dewasa dan remaja di masa yang akan datang. Lebih mudah mengajarkan kebiasaan baik di usia dini daripada menyingkirkan kebiasaan buruk nantinya.
Pendekatan Persuasif Melalui Media
Kampanye dan sosialisasi keselamatan lalu lintas dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia dalam berlalu lintas. Tujuan akhir yang dapat diperoleh dari kegiatan kampanye dan sosialisasi adalah mengubah sifat pengguna jalan yang tidak disiplin. Sosialisasi merupakan satu-satunya cara yang efektif untuk menyampaikan informasi pada orang dewasa, melihat kenyataan selama ini dimana dalam bidang pendidikan belum ada kurikulum keselamatan lalu lintas. Selain itu kampanye dan sosialisasi juga mudah dan dapat direalisasikan segera.
Kampanye dan sosialisasi tentang keselamatan lalu lintas dewasa ini menjadi berkurang, tertutup oleh dominasi kampanye narkoba, aids dan program pemerintah yang lainnya. Seharusnya kampanye kecelakaan lalu lintas juga mendapatkan perhatian ekstra. Kampanye yang dilakukan selama ini hanya terbatas pada ruas-ruas jalan tertentu. Tulisan dan kata-kata yang ditampilkan tidak menarik dan terkesan kaku. Selain itu, kampanye yang dilakukan cenderung tidak mengarah pada sasaran dan kurang terkoordinir. Untuk itu perlu adanya variasi kampanye yang menarik bagi pengguna jalan.
Televisi dan radio merupakan media informasi yang paling efektif untuk publikasi pada masyarakat. Seharusnya kampanye dan sosialisasi lebih ditekankan melalui kedua media tersebut. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah subjek pemberi saran. Seperti diketahui bahwa dalam hukum asosiasi, orang yang lebih dihormati akan mempunyai pengaruh lebih besar terhadap objek yang diberi saran. Disinilah peran tokoh masyarakat, tokoh politik, artis dan pejabat tinggi negara untuk memberikan saran secara langsung pada masyarakat baik dengan kunjungan-kunjungan maupun melaluitelevisi atau radio.
Kalaupun pesan-pesan mengenai keselamatan jalan diberikan di tepi ruas-ruas jalan misalnya melalui reklame dan spanduk atau pada media cetak seperti koran dan majalah, maka sebaiknya menggunakan kaidah-kaidah penyampaian pesan yang sesuai seperti pada contoh berikut:
- Hukum kontras : yaitu menggunakan permasalahan yang bertolak belakang dengan apa yang akan disarankan seperti ”MENGEBUT DAPAT MEMPERPENDEK USIA ANDA”.
- Hukum Teman : yaitu jika orang dianjurkan oleh teman maka ia akan lebih termotivasi. Prinsip ini dapat diterapkan dengan mengarahkan pemikiran pemakai jalan bahwa polisi yang merupakan penegak hukum adalah teman yang akan memandu kita di jalan agar selamat. Sehingga pengendara lebih mentaati peraturan tidak karena terpaksa. Contoh pesan yaitu ”POLISI SAHABAT ANDA”.
Tanpa adanya perumusan tujuan yang jelas tidak akan mungkin dapat merancang metode evaluasi yang efektif. Kriteria untuk menilai efektifitas dijabarkan melalui menurunnya jumlah kecelakaan, perubahan perilaku di lapangan, dan daya ingat dalam suatu kampanye. Informasi kecelakaan dalam jangka waktu pendek dari mulai kampanye harus menjadi umpan balik untuk kampanye mendatang. Untuk menciptakan sosialisasi yang baik memerlukan keterpaduan antara media – media sarana sosialisasi. Dengan sosialisasi dan kampanye yang baik serta kontinyu diharapkan bisa mempengaruhi sikap pengguna jalan di Indonesia menjadi lebih disiplin.
PERLU DIDUKUNGAN UPAYA TEKNIS
Sebagai tindak lanjut dari pendekatan secara persuasif yang hasilnya baru dapat dirasakan dalam kurun waktu yang relatif lama, upaya – upaya preventif dari segi teknis tetap perlu dilakukan. Upaya teknis yang dimaksud yaitu berkaitan dengan upaya mengkondisikan lingkungan dalam hal ini jalan raya untuk meminimalkan potensi terjadinya kecalakaan lalu lintas. Bentuk dari upaya ini diantaranya yaitu perbaikan kondisi jalan serta penataan jalan.
Perbaikan jalan erat hubungannya dengan kondisi jalan yang rusak, tidak rata, berlubang, terlalu sempit dan tidak sesuai dengan kuantitas arus lalu lintas. Hal – hal tersebut menagkibatkan jalan mempunyai resiko kecelakaan yang tinggi. Sedangkan penataan jalan berhubungan dengan upaya pengendalian arus lalu lintas. Upaya pengendalian arus lalu lintas dianataranya teknik mengurangi kecepatan kendaran (misalnya speed trap, bundaran, pemasangan gerbang, polisi tidur) dan pengendalian arus (misalnya jalur searah, dua arah, kanalisasi). Selain itu pemasangan rambu – rambu lalu lintas yang tepat juga perlu diperhatikan. misalnya yang menandakan jalanan licin, tikungn tajam, dilarang mendahului, batas kecepatan maksimum, dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Pemahaman lama bahwa keselamatan lalu lintas adalah tanggung jawab pemerintah melalui Departemen Perhubungan semata perlu dirubah, karena keselamatan lalu lintas pada dasarnya juga merupakan masalah sosial yang melibatkan individu – individu pengguna jalan . Hal ini dikarenakan adanya budaya tidak tertib yang terbentuk sebagai akibat upaya pendekatan koersif yang tidak dimbangi dengan penegakan hukum yang tegas serta pengawasan yang maksimal
Oleh karena itu pendekatan persuasif menjadi pilihan yang tepat dalam membentuk kebiasaan pada masyarakat untuk secara aktif tertib berlalu lintas. Usaha-usaha peningkatan keselamatan lalu lintas melalui pendekatan persuasif paling tidak memerlukan koordinasi antara pemerintah dengan sistem sosial di masyarakat seperti lembaga pendidikan, lembaga agama, media, keluarga dan lembaga swadaya masyarakat. Selain itu upaya preventif dari segi teknis juga perlu dilakukan karena upaya pendekatan persusif tolak ukur keberhasilannya tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat.
REFERENSI
Antara News, 2007, ”Polisi Harapkan Pemerintah Kendalikan Jumlah Kendaraan”, 5 November, dalam http://www.antara.co.id/arc/2007/11/5/polri-harapkan-pemerintah-kendalikan-jumlah-kendaraan/, dikunjungi : 23 Januari 2008
http://www.brawijaya.ac.id/en/8_directory/staf.php?detail=131415580, dikunjungi 20 Januari 2008
http://www.hubdat.web.id/webktd/DKTJ.pdf, dikunjungi : 23 Januari 2008
Iskandar Abubakar, 2005. Kerusakan Lingkungan Yang Diakibatkan Oleh Sumber Transportasi. dalam http://www.kpbb.org/makalah_ind/ Kerusakan%20%20Lingkungan%20yang%20Diakibatkan%20oleh%20Sumber%20Transportasi.pdf, dikunjungi : 20 Januari 2008
Kompas, 2004, ”Polisi Luncurkan Tilang Model Baru”, 10 Desember
Media Indonesia, 2008, ”Perilaku Tidak Tertib Dominasi Kecelakaan 2007”, 5 Januari
Pertampilan, 2003. Sistem Pengendalian Sosial. Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sumatra Utara
Tempo, 2003, ”250 Polisi Lalu Lintas Awasi Jalur Busway”, 11 Desember
Thomas pulungan dan Yani A, 2007, ”Pembunuh Utama Kaum Muda”, 22 Juli, dalam http://www.seputar-indonesia.com/ dikunjungi 20 Januari 2008
Dwi Rahmayanti dkk., 2005, “Upaya Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Di Indonesia Dengan Pendekatan Persuasi”, Karya Tulis Ilmiah Bidang IPS, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
CATATAN PENULIS
Melalui karya tulis ini saya sempat dipertemukan dengan sejumlah orang-orang hebat dari kalangan akademisi dari seluruh penjuru Negeri. Saya mendoakan semoga teman-teman semua selalu sehat wal afiat dimanapun kalian berada. Semoga ada kesempatan bagi kita untuk berjumpa lagi.