Saling Berbagi Pengetahuan, Pemikiran dan Cerita Terkait Agama, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Kesehatan, Lingkungan, Energi, Bisnis, Manajemen, Sosial, Budaya, Sejarah, Dll
Jumat, 05 Mei 2023
SISTEM SOSIAL & POLITIK BANGSA SPARTA
Jumat, 21 April 2023
PERBEDAAN PENENTUAN HARI IDUL FITRI
Salah satu hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
Artinya: "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya'ban menjadi 30 hari," (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
Artinya: "Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)," (HR Bukhari dan Muslim).
Metode rukyatul hilal merupakan metode yang lazim digunakan oleh umat Islam sejak dahulu. Hal ini karena bulan diamati secara langsung dan dikoreksi setiap akhir bulan, apakah sudah tampak bulan baru (hilal) apa belum.
Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri, ilmu matematika astronomi mengalami perkembangan pesat dan diyakini semakin akurat, sehingga para ilmuwan astronomi semakin percaya diri (confident) terhadap hasil perhitungan mereka. Akan tetapi hal tersebut masih sifatnya berupa estimasi matematis. Sehingga masih perlu dikoreksi dan diyakinkan kembali dengan melihat penampakan bulan baru (hilal) secara langsung setiap akhir bulannya sebagaimana yang dilakukan dalam metode rukyatul hilal. Kedua metode tersebut sebenarnya dapat saling mendukung. Namun demikian, penentuan dan pengambilan keputusannya, utamanya tetap perlu melalui metode rukyatul hilal setiap akhir bulan.
Dengan demikian perlu terus dibangun diskusi ilmiah bersama diantara masing-masing ulama dan ormas di Indonesia agar dapat nantinya bisa merujuk kepada pendapat dan referensi terkuat dalam penentuan awal/akhir bulan hijriyah sehingga perayaan-perayaan idul fitri dan hari raya idul adha dapat diseragamkan dalam satu wilayah Indonesia.
Rabu, 19 April 2023
PERANG BUDAYA
Selama ini kita mengenal kata perang sebagai aktivitas pertempuran militer. Pasukan melawan pasukan. Senjata melawan senjata. Padahal sebenarnya terdapat juga istilah yang disebut sebagai perang budaya.
Terdapat kecenderungan budaya dari suatu bangsa/negara yang kuat akan mengalahkan budaya dari suatu bangsa yang lebih lemah. Perang budaya dilakukan sebagai upaya melemahkan kekuatan dari suatu negara/bangsa. Budaya dapat dijadikan salah satu tools dan juga salah satu pintu masuk untuk melanggengkan penguasaan suatu aspek/beberapa aspek pada suatu negara/bangsa lain sesuai kebutuhan.
Budaya dapat diartikan sebagai cara hidup, pemahaman dan perilaku yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya sekelompok orang/bangsa/negara dapat mempengaruhi budaya kelompok lain. Budaya yang satu dapat mempengaruhi budaya lain dalam bentuk akulturasi. Proses-proses akulturasi dapat berupa adisi, sinkretisme, subtitusi, rejeksi maupun, dekulturasi.
Tidak bisa bisa dipungkuri, kita hidup dalam suatu komunitas global yang mana masing-masing bangsa memiliki nilai-nilai kehidupan dan budaya yang berbeda-beda. Pada level yang seimbang (simetris), barangkali persinggungan antar budaya dapat terjalin dalam bentuk perdagangan dan kerjasama simetris yang saling menguntungkan. Hal ini memang menjadi suatu kebutuhan bersama dalam lingkup komunitas global.
Namun pada level kekuatan yang asimetris, terdapat kecenderungan pemaksaan budaya dari negara/bangsa yang lebih kuat kepada negara yang lebih lemah. Ini dilakukan baik dalam konteks pengenalan budaya secara halus maupun pemaksaan dengan kekuatan.
Perang budaya dalam bentuknya yang bersifat pemaksaan, biasanya dilakukan dalam bentuk kolonialisme dan penjajahan dan tekanan militer. Negara penjajah akan melakukan pemaksaan agar budaya bangsa penjajah yang lebih diutamakan. Bisa dalam bentuk kebijakan dan hukum penerapan rewards dan punishment. Contohnya seperti yang sudah dialami bangsa ini dalam penjajahan Belanda dan Jepang.
Dalam bentuknya yang halus, budaya asing diperkenalkan kepada bangsa lain. Misalnya dalam bentuk pengenalan budaya musik, film, kuliner, fashion dan sejenisnya. Dan kemudian ternyata hal-hal tersebut menjadi sebuah tren yang digemari dan digandrungi masyarakat lokal. Cenderungnya, kegemaran terhadap budaya asing tersebut mengalahkan minat masyarakat terhadap budaya-budaya lokal.
Selanjutnya, negara/bangsa tersebut akan melanjutkan dengan melakukan penetrasi lebih dalam lagi melalui peningkatan kerjasama melalui perdagangan dan kerjasama bentuk lainnya misal dalam bidang teknologi, militer, pengelolaan sumber daya alam dan lain sebagainya. Hal ini merupakan strategi yang biasanya dilakukan dalam upaya pelebaran dan penguasaan market dan sumber daya di negara lain.
Contohnya Jepang. Pada awalnya kita banyak diperkenalkan dengan nproduk-produk budaya Jepang. Misalkan film serial drama, anime (kartun), kuliner jepang, fashion dan lain sebagainya. Hal ini sangat digemari masyarakat Indonesia. Baru kemudian banyak perusahaan Jepang masuk ke Indonesia, misalkan perusahaan otomotif, teknologi, konstruksi dan lain sebagainya. Sehingga dapat kita lihat banyak otomotif merek Jepang menguasai jalanan Indonesia.
Amerika Serikat mengenalkan budayanya melalui film-film Hollywood, kuliner (McD, KFC, dll), fashion, dan lain-lain. Setelah itu, masuklah banyak perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia yang mengolah sumber daya alam Indonesia. Alat-alat militer Indonesia banyak menggunakan produk militer USA. Dan lain sebagainya.
Korea Selatan juga sama. Budaya K-Pop, drama korea, kuliner korea banyak digemari oleh masyarakat. Setelah itu banyak perusahaan korea melakukan penterasi pasar di Indonesia. Perusahaan otomotif, teknologi, konstruksi, dan lain sebagainya.
Jadi mau tidak mau, negara seperti Indonesia yang belum memiliki nilai-nilai budaya yang kuat, ekonomi yang kuat, teknologi yang kuat, SDM yang kuat maka akan selalu menjadi target penetrasi dari budaya negara/bangsa lain. Hal ini dalam rangka penguasaan market, sumber daya, dan pengaruh geopolitik di Indonesia.
Maka bagaimanapun bentuknya, budaya merupakan salah satu tools yang digunakan oleh negara/bangsa kuat untuk memperkuat pengaruhnya di negara/bangsa yang lebih lemah. Ini terjadi karena ketidak seimbangan kekuatan suatu bangsa/negara dalam hubungan asimetris.
Pola ini akan terus berlanjut karena negara/bangsa kuat ingin terus memperkuat diri sehingga membutuhkan negara/bangsa yang lebih lemah. Sebaliknya negara/bangsa yang lebih lemah akan kesulitan memperkuat diri karena belum memiliki upaya yang serius untuk memperkuat diri sendiri. Hal ini dapat juga disebabkan adannya upaya dari eksternal yang secara sengaja terus memperlemah negara-negara/bangsa-bangsa lainnya.