Sering orang bertanya kenapa kini negeri-negeri muslim kalah maju dengan negeri-negeri kafir/non muslim di semua bidang. Baik di bidang ilmu pengetahuan & teknologi, politik, ekonomi, sosial & budaya, pertahanan & keamanan, dll. Jawabannya yang saya tahu ada dua.
Pertama, karena istidraj terhadap negeri-negeri non muslim tersebut sehingga mereka cenderung semakin tenggelam dalam urusan dunia dan semakin jauh dari hidayah Islam. Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada seseorang/kaum padahal seseorang/kaum tersebut jauh dari petunjuk-Nya, dimana hal ini sebenarnya merupakan penundaan azab bagi mereka. Nabi SAW bersabda, “Apabila engkau melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.” Kemudian Nabi SAW membaca firman Allah (QS. Al-An’am : 44) yang artinya, “Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga bila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (HR. Ahmad, no. 17349, disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 414).
Kedua, Umat Islam mengalami kemunduran karena kini kaum muslimin belum menerapkan Al Quran dan Sunnah secara kaffah (total) seperti di era terdahulu. Kaum muslimin kemudian lebih memilih untuk mengikuti/meniru jalannya orang-orang non muslim yang dianggap lebih modern dan lebih keren serta secara bersamaan cenderung meninggalkan syariat Islam. Hal inilah yang mengakibatkan diangkatlah kedigdayaan dan keberkahan dari negeri-negeri kaum muslimin oleh Allah Azza Wa Jalla.
Bagi Umat Islam yang benar-benar beriman, maka mereka akan percaya bahwa umat Islam dapat mencapai kejayaannya kembali cukup dengan bermodalkan Iman yang benar kepada Allah yakni yang sesuai pedoman sunnah Nabi dan sunnah khulafaur Rasyidin. Karena kalau iman sudah benar dan berjaya di tubuh kaum muslimin maka hal ini secara otomatis akan menarik kejayaan di bidang-bidang lain seperti kejayaan di bidang sains, teknologi, ekonomi, militer, politik, sosial, budaya, dll. Dan ini sudah terbukti pada masyarakat Arab di era Nabi dan Para Sahabat dimana dengan kondisi masyarakat arab di masa itu yang terbelakang di bidang sains, teknologi, politik, militer, dll dibandingkan peradaban Romawi dan Persia, namun mereka dengan semangat iman dan Islam ternyata bisa menjadi peradaban unggulan hingga ribuan tahun berikutnya, mengungguli peradaban super power saat itu yakni Romawi dan Persia.
Insya Allah kalau mayoritas umat Islam sudah kembali berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah sesuai pemahaman dan prakteknya generasi salafus saleh, semakin semangat beramar makruf nahi mungkar, maka akan dihadirkan kembali ditengah kaum muslimin, ilmuan-ilmuan muslim yang berpartner dengan para ulama dan pemimpin-pemimpin yang soleh dalam membangun peradaban Islam yang unggul dan Rahmatan Lil Alamin. Termasuk juga hadirnya sistem yang mendukung ilmuan-ilmuan muslim tersebut berkembang dan berkontribusi maksimal. Sesuai dengan janji Allah :
“Dan jika penduduk negeri beriman dan bertaqwa (kepada Allah) sesungguhnya Kami (Allah) bukakan kepada mereka (pintu-pintu) berkah dari langit dan bumi; Tetapi mereka mendustakan ( ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka lantaran apa yang telah mereka kerjakan.” [Qs. Al-A’raf: 96]
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS Âli ‘Imrân, 3: 110]
Seandainya umat Islam kembali secara kaffah kepada Al Quran dan Hadis sesuai Standar Pemahaman dan Prakteknya generasi Salafus Sholeh (generasi awal ke-Islaman : Para Shabat Nabi, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in) maka niscaya tidak akan ada perdebatan dan keributan yang tidak perlu dalam pembahasan syariat-syariat Agama Islam yang sudah sempurna seiring berakhirnya era kenabian, sehingga waktu, tenaga dan pikiran umat Islam bisa difokuskan untuk membangun peradaban dunia.
Namun sayangnya sebagian umat Islam justru menggunakan standar-standar selain standar salafus shaleh dalam memahami syariat agamanya sendiri. Ada yang lebih memilih mengedepankan menggunakan Standar akal, Standar rasio, Standar perasaan, Standar Selera, Standar Ormas, atau malah pakai Standar-Standar kaum di luar Islam. Padahal para Salafus Sholehlah yang paling memahami intepretasi Al Quran dan Hadis karena mereka hidup di era awal ke-Islaman yang dibawa Nabi Muhammad dan telah banyak kitab yang mereka tinggalkan untuk generasi selanjutnya. Ulama-ulama berikutnya hingga saat ini pun sebenarnya masih banyak yang berpegang teguh Al Quran dan Sunnah sesuai pada standar pemahaman & praktek salafus saleh. Walaupun dalam kenyataannya bagi sejumlah kaum muslimin, ulama-ulama tersebut sering dijadikan sasaran fitnah oleh mereka yang tidak suka.
Jadi seharusnya tidak perlu lagi aqidah-aqidah, praktek-praktek, dan pokok-pokok dalam agama Islam diotak-atik, dimodifikasi, dikreasikan baru, atau justru diakal-akalin dimana hal ini akan menimbulkan polemik berkepanjangan di internal umat Islam. Tinggal laksanakan saja sesuai apa yang dicontohkan Nabi Muhammad dan generasi salafus sholeh, dan apa yang tidak dicontohkan jangan dikerjakan. Jika menemukan ada perselisihan pendapat ambil mana yang telah menjadi kesepakatan jumhur (mayoritas) ulama dan yang paling kuat referensi dalilnya. Mungkin tinggal pembahasan permasalahan-permasalahan kontemporer saja yang akan terus berlangsung.
Apabila demikian adanya, maka semua potensi tenaga, akal dan rasio, dan waktu berharga umat Islam akan dapat banyak difokuskan untuk pengembangan keilmuan dunia seperti sains & teknologi, politik, ekonomi, sosial & budaya, pertahanan & keamanan global, untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. Bukan malah justru seperti selama ini dimana energi umat Islam banyak dihabiskan dalam debat kusir tak berujung, perselisihan, perpecahan, mengenai masalah-masalah syariat Islam yang sebenarnya telah jelas tuntunannya, yakni sesuai Al Quran dan Sunnah sesuai Standar Pemahaman dan Prakteknya generasi Salafus Sholeh.