Senin, 06 Juni 2011

BENCI DAN CINTA KARENA ALLAH




Sebagai manusia, tentunya kita semua pernah merasakan perasaan cinta dan benci. Namun yang perlu kita renungkan, apakah perasaan yang pernah atau sedang kita rasakan tersebut merupakan perasaan yang benar, yaitu yang ditujukan semata karena Allah. Dalam beberapa kasus, sebenarnya secara sadar ataupun tidak, beberapa perasaan tersebut bukanlah didasari karena Allah semata, tetapi lebih didasari oleh dorongan hawa nafsu.

Betapa banyak dari kita menyatakan kita cinta pada saudara kita sesama muslim, tetapi kita membiarkan saudara kita itu terjerumus ke dalam perkara-perkara kemungkaran. Mereka melakukan suatu maksiat, tetapi kita tidak mencegahnya dengan alasan cinta dan sayang. Atau dalam kasus lainnya, seseorang yang demi rasa cintanya pada saudaranya itu, dia rela melakukan apa saja. Bahkan dengan melanggar batas syariah sekalipun dia bersedia melakukannya untuk menyenangkan si saudara yang disenanginya itu.

Di sisi lain, terdapat juga orang yang membenci saudaranya bukan karena Allah. Dasar kebencianya adalah karena ada rasa iri dan dengki di dalam hatinya. Bisa karena keberadaan saudaranya dianggap mengancam kedudukannya. Bisa juga, seseorang membenci saudaranya karena merasa dialah yang lebih benar dan lebih hebat dari saudaranya itu. Lebih jauh lagi rasa kebencian ini bahkan bisa sampai memicu terjadinya pertumpahan darah.

Landasan cinta dan benci yang demikian tentulah tidak dibenarkan, karena mengancam ukhuwah (kebersatuan) umat. Perasaan cinta dan benci seharusnya dilandasi karena Allah. Apabila perasaan cinta dan benci diantara kita dipersatukan melalui tujuan untuk mengharapkan ridho Allah, maka persatuan keimanan umat tentunya akan menjadi semakin kuat.

"Tali keimanan yang paling kuat adalah berwalaa'karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah" (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 998).

Mencintai berarti memberikan kasih sayang dan kecintaan kepada orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan. Seorang muslim hendaknya mencintai saudaranya karena dalam saudaranya itu terdapat kebaikan dan kesolehan. Seseorang cinta pada saudaranya karena saudaranya itu besar cintanya kepada Allah dan Rasulnya. Bentuk cinta seseorang kepada Allah dapat dilihat dari keteguhannya dan konsistensinya dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Sisi yang demikian dari saudaranyalah yang dia cintai. Kadar kecintaan kita kepada saudara kita selaras dengan kadar rasa cinta saudara kita itu kepada Allah. Dengan mencintai kebaikan yang ada dalam diri seseorang, ada suatu harapan agar kebaikan itu bisa menular kepada kita.

Sedangkan yang dimaksud dengan benci karena Allah adalah memberikan rasa ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan kepadaNya, dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang dekat hubungan dengan kita. Namun demikian, perasaan benci ini tidaklah boleh berlebihan. Karena islam selalu berlandaskan rasa kasih sayang kepada semua umat manusia.

Seseorang haruslah cukup membenci sisi yang tidak baik dari saudaranya tersebut. Harapannya adalah agar kita tidak tertular keburukannya tersebut, serta saudara kita itu bisa memperbaiki sisi yang tidak baik dari dirinya itu. Selain itu kita harus selalu berusaha agar dia mau untuk kita ajak pada kembali ke jalan kebaikan. Dan ketika dia telah kembali ke jalan yang benar tidak alasan lagi bagi kita untuk membencinya.

Dengan menerapakan rasa cinta dan benci yang dilandaskan kepada Allah semata, maka akan terbentuk suatu umat yang unggul, sesuai dengan firman Allah:

“Tidak akan kamu jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang kepada orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, maupun sanak keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang ditetapkan Allah di dalam hati mereka dan Allah kuatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya, Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah sesungguhnya hanya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. al-Mujadalah: 22)

Sabtu, 04 Juni 2011

RIYA' DAN UJUB




Riya’ adalah lawan dari ikhlas, yaitu menampak-nampakkan ibadah dengan maksud mendapatkan pujian dan penghargaan orang lain. Adapun beberapa contohnya diantaranya adalah seseorang menyedekahkan banyak hartanya agar disebut sebagai dermawan, seseorang rajin pergi ke masjid agar dilihat atasan dan dianggap sebagai orang yang sholeh, dan seseorang pergi ke medan jihad agar dianggap sebagai sosok yang pemberani.

Sementara itu, ujub adalah bangga pada diri sendiri. Orang yang ujub merasa bahwa dirinya paling tinggi dihadapan Allah dibandingkan manusia yang lain, namun pada hakikatnya dialah orang yang paling rendah dan hina di sisi Allah.

Diantara keduanya sebenarnya saling melengkapi dalam menjerumuskan manusia. Banyak diantara kita yang berusaha untuk menjauhi riya' karena takut amalan kita luntur. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan jiwa kita terjebak dalam penyakit ujub, karena dalam diri kita timbul rasa bangga telah berhasil menjauhi riya’, bangga dengan amalan yang telah kita lakukan, bangga dengan ilmu yang telah kita miliki, bangga dengan keberhasilan dakwah kita, dan lain sebagainya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Dan sering orang-orang menggandengkan antara riya' dan ujub. Riya’ termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong. Orang yang riya' tidak merealisasikan firman Allah "Hanya kepadaMulah kami beribadah", dan orang yang ujub tidaklah merealisasikan firman Allah "Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan". Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah "Hanya kepadaMulah kami beribadah" maka ia akan keluar lepas dari riya', dan barangsiapa yang merealisasikan firman Allah "Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan" maka ia akan keluar terlepas dari ujub" (Majmuu' Al-Fataawaa 10/277).

Karenanya Rasulullah pernah berpesan:
"Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang perkara yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal?", kami (para sahabat) berkata, "Tentu wahai Rasulullah", beliau berkata, "Syirik yang samar, yaitu seseorang berdiri melakukan sholat lalu ia perindah sholatnya karena dia tahu ada orang lain yang sedang
melihatnya sholat" (HR Ahmad 3/30 no 11270 dan Ibnu Majah no 4204 dan dihasankan oleh Syaikh Albani)

Adapun upaya untuk mencegah diri kita terjebak ke dalam kedua sikap tercela ini yaitu dengan berusaha selalu Ikhlas. Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi kemanfaatan dan tidak memudhorotkan terhadap dirinya. Yang paling penting baginya adalah penilaian Allah terhadap amalannya. Orang yang ikhlas adalah orang yang lebih banyak amalannya ketika bersendirian dibandingkan amalannya tatkala dilihat oleh orang lain.

Hanya orang yang berusaha meraih keikhlasan yang senantiasa memperhatikan gerak-gerik hatinya, senantiasa mengecek kondisi hatinya, apakah hatinya berpenyakit riya’? Atau apakah berpenyakit ujub?. Semoga kita semua bisa terhindar dari kedua sifat tercela ini.

Kamis, 02 Juni 2011

POHON DAN ORANG YANG BERIMAN




Masing-masing orang mempunyai tingkat keimanan yang berda-beda. Ada yang imannya lemah dan ada yang imannya kuat. Perbedaan diantara keduanya digambarkan sebagai pohon-pohon yang memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda.

Seorang muslim yang mempunyai iman yang kuat adalah digambarkan seperti halnya sebuah pohon yang tumbuh dengan baik. Pohon yang seperti ini tumbuh di suatu tanah yang baik, yang tidak tercemar dari hal yang haram. Karenanya karunia Allah berupa air hujan mempu menyerap dengan baik pada tanah yang seperti ini. Hidayah dan petunjuk dari Allah bisa dicerna dengan baiknya karena sangat yakin bahwa apa yang dikehendaki Allah adalah selalu merupakan suatu kebaikan bagi dirinya.

Pohon yang baik, akarnya menancap kuat ke dasar bumi, sedangkan dahan dan rantingnya menjulang tinggi hingga ke langit. Angin dan badai yang menerpa sama sekali tidak menggoyakan kedudukan pohon yang kuat. Bahkan, sekalipun pohon ini telah diterpa angin badai, masih mampu menghasilkan buah yang banyak dan manis rasanya.

Dalam Surat Ibrahim ayat 24 dan 25 disebutkan:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Tanaman yang baik akan menyenangkan hati para penanamnya. Namun demikian hal ini tentunya akan menjengkelkan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit yaitu orang yang kufur akan nikmat Allah. Dalam surat Al Fath Ayat 29 Allah menerangkan sebagai berikut
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Di sisi lain, orang yang lemah imannya adalah seperti pohon yang lemah, dahannya kering, akarnya tidak menancap kuat ke tanah. Pohon ini tampak tumbuh merana karena tanah tempat dimana dia tumbuh tidak memberikan cukup nutrisi. Hal ini karena tanahnya tercemar oleh hal-hal yang haram dimana bukanlah nutrisi yang baik bagi sang pohon untuk tumbuh dengan baik. Selain itu, air hujan yang turun sama sekali tidak meresap dengan baik pada tanah seperti ini. Ketika angin yang semilir saja berhembus, hampir saja pohon ini tumbang.

Dalam Surat Ibrahim ayat 26 disebutkan:
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.

Dalam Surat Al A’raf ayat 58 disebutkan:
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.