Kamis, 02 Juni 2011

POHON DAN ORANG YANG BERIMAN




Masing-masing orang mempunyai tingkat keimanan yang berda-beda. Ada yang imannya lemah dan ada yang imannya kuat. Perbedaan diantara keduanya digambarkan sebagai pohon-pohon yang memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda.

Seorang muslim yang mempunyai iman yang kuat adalah digambarkan seperti halnya sebuah pohon yang tumbuh dengan baik. Pohon yang seperti ini tumbuh di suatu tanah yang baik, yang tidak tercemar dari hal yang haram. Karenanya karunia Allah berupa air hujan mempu menyerap dengan baik pada tanah yang seperti ini. Hidayah dan petunjuk dari Allah bisa dicerna dengan baiknya karena sangat yakin bahwa apa yang dikehendaki Allah adalah selalu merupakan suatu kebaikan bagi dirinya.

Pohon yang baik, akarnya menancap kuat ke dasar bumi, sedangkan dahan dan rantingnya menjulang tinggi hingga ke langit. Angin dan badai yang menerpa sama sekali tidak menggoyakan kedudukan pohon yang kuat. Bahkan, sekalipun pohon ini telah diterpa angin badai, masih mampu menghasilkan buah yang banyak dan manis rasanya.

Dalam Surat Ibrahim ayat 24 dan 25 disebutkan:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Tanaman yang baik akan menyenangkan hati para penanamnya. Namun demikian hal ini tentunya akan menjengkelkan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit yaitu orang yang kufur akan nikmat Allah. Dalam surat Al Fath Ayat 29 Allah menerangkan sebagai berikut
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Di sisi lain, orang yang lemah imannya adalah seperti pohon yang lemah, dahannya kering, akarnya tidak menancap kuat ke tanah. Pohon ini tampak tumbuh merana karena tanah tempat dimana dia tumbuh tidak memberikan cukup nutrisi. Hal ini karena tanahnya tercemar oleh hal-hal yang haram dimana bukanlah nutrisi yang baik bagi sang pohon untuk tumbuh dengan baik. Selain itu, air hujan yang turun sama sekali tidak meresap dengan baik pada tanah seperti ini. Ketika angin yang semilir saja berhembus, hampir saja pohon ini tumbang.

Dalam Surat Ibrahim ayat 26 disebutkan:
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.

Dalam Surat Al A’raf ayat 58 disebutkan:
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

ANAK JALANAN DAN HAK ASASI MANUSIA : PELANGGARAN ATAU PILIHAN?




Pendahuluan
Pelanggaran hak asasi manusia merupakan permasalahan yang marak dibicarakan di negara kita akhir-akhir ini. Berbagai kasus yang terjadi di negara ini seringkali dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu hak asasi manusia yang sedang marak diperjuangkan adalah hak anak. Termasuk didalamnya adalah masalah mengenai anak jalanan.

Jumlah anak jalanan akhir-akhir ini meningkat dengan pesat. Peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat ini merupakan fenomena sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya jumlah anak jalanan, melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang buruk dimana kelompok ini belum mendapatkan hak-haknya bahkan sering dilanggar.

Hampir di setiap perempatan-perempatan jalan di kota-kota besar telah menjadi basis kegiatan anak jalanan. Anak-anak yang seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain dan belajar tetapi mereka sudah mencari nafkah dengan melakukan kegiatan-kegiatan di perempatan jalan yang penuh resiko. Mereka yang seharusnya masih mengenyam masa indah di bawah kasih sayang dan bimbingan orang tua sudah harus menjalani kehidupan dunia jalanan yang penuh kekerasan dan eksploitasi tanpa mengenyam pendidikan moral maupun agama. Padahal anak-anak itu adalah aset pembangunan bangsa yang sangat berharga untuk masa depan. Akankah kita berdiam diri melihat fenomena anak jalanan yang melanda bangsa kita ini?

Mengkaji fenomena diatas, saya ingin membuka kesadaran kita untuk menyimak sisi lain dari kehidupan kita, dimana masih banyak sekali anak yang tidak mampu menikmati kehidupan yang layak seperti kita. Permasalahan anak jalanan tersebut membutuhkan solusi yang terbaik karena membawa pengaruh besar yang menyangkut masalah sosial, moral dan terlebih lagi hak asasi manusia yang menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara untuk menegakkannya. Dengan penulisan paper ini diharapkan kita mampu memikirkan solusi terbaik untuk mengatasi masalah tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji mengenai anak jalanan. Paper ini akan berusaha mengungkap bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada anak jalanan. Pembahasan dalam paper ini akan dimulai dengan pengertian anak jalanan, pelanggaran hak asasi yang terjadi pada anak jalanan, dan beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menagani hal tersebut.

Definisi Anak Jalanan
Untuk memberikan pengertian dan memperjelas permasalahan, maka perlu kiranya dikemukakan terlebih dahulu pengertian anak jalanan. Berbagai definisi telah dikemukakan oleh kalangan akademisi atau peneliti maupun kalangan aparat pemerintah yang terkait dengan lembaga swadaya masyarakat. Adapun beberapa definisi anak jalanan dikemukakan sebagai berikut.

Menurut Ilsa (1996) anak jalanan adalah anak-anak yang bekerja di jalanan. Studi yang dilakukan oleh Soedijar (1989/1990) menunjukkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia antara 7 – 15 tahun yang bekerja di jalanan dan dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta mebahayakan dirinya sendiri. Sementara itu, Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja. Panti Asuhan klender mengatakana bahwa anak jalanan adalah anak yang sudah biasa hidup sangat tidak teratur di jalan raya, bisa diambil bekerja tetapi dapat juga hanya menggelandang sepanjang hari (Kirik Ertanto dalam www.humana.20m.com/babI/htm).

Hasil temuan lapangan yang diperoleh panji Putranto menunjukkan bahwa ada dua tipe anak jalanan, yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan antara kedua kategori ini adalah kontak dengan orang tua. Mereka yang bekerja masih memiliki kontak dengan orang tua sedang yang hidup di jalanan sudah putus hubungan dengan keluarga. Hal ini sejalan dengan kategori anak jalanan menurut Azas Tigor Nainggolan menunjukkan ada tiga kategori anak-anak yang bekerja di jalanan. Pertama, anak-anak miskin perkampungan kumuh yaitu anak-anak kaum urban yang tinggal bersama orang tuanya di kampung-kampung yang tumbuh secara liar di perkotaan. Kedua, pekerja anak perkotaan yaitu mereka yang hidup dan bekerja tetapi tidak tinggal bersama orang tua. Kategori ketiga, adalah anak-anak jalanan yang sudah putus hubungan dengan keluarga (Kirik Ertanto & Siti Rohana dalam www.humana.20m.com/babII/htm).

Dari berbagai definisi diatas, setidaknya menunjukkan adanya perbedaaan mengenai usia dan batas pengertian. Mengenai usia, sesungguhnya PBB sudah menetapkan angka 18 tahun, meski masing-masing negara masih berhak menentukan berdasarkan undang-undang masing-masing. Sementara itu, dari berbagai definisi yang ada, secara kasar menunjukkan tiga ciri yaitu, memandang anak-anak jalanan sebagai gejala bagian dari gejala dalam bidang ketenagakerjaan. Dalam bidang ini, gejala anak jalanan sering dikaitkan dengan alasan ekonomikeluarga dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kecilnya pendapatan orang tua sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga memaksa terjadinya pengerahan anak-anak. Ciri kedua, memandang gejala anak jalanan sebagai permasalhan sosial. Anak-anak jalanan dipandang merupakan bukti dari para deviant yang mengancam ketentraman para penghuni kota lainnya. Ciri ketiga, adalah menempatkan anak jalanan sebagai anak-anak yang diperlakukan sebagai orang dewasa. Akibatnya ia memiliki resiko yang sangat besar untuk dieksploitasi atau menghadapi masa depan yang suram. Ciri ketiga ini sangat dipengaruhi oleh pendekatan hak anak (Kirik Ertanto dalam www.humana.20m.com/bab1/htm)

Perlu ditegaskan disini, pengertian anak jalanan yang dimaksudkan dalam paper ini adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.

Anak Jalanan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Pada tahun 1998, menrut Kementrian Sosial menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah anak jalanan sekitar 400%. Dan pada tahun 1999 diperkirakan jumlah anak jalanan di Indonesia sekitar 50.000 anak dan 10% diantaranya adalah perempuan. Peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya jumlah anak jalanan melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang buruk dimana kelompok ini belum mendapatkan hak-haknya bahkan sering dilanggar.

Anak jalanan seharusnya masih berada di sekolah tetapi mereka telah menjalani kehidupan jalanan untuk mencari nafkah. Anak-anak ini tidak dapat mengakses pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal dalam hal ini termasuk pendidikan keluarga. Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan pendidikan dan perlindungan kepada orang tua. Tetapi jika menilik latar belakang kepergian anak-anak tersebut meninggalkan rumah orang tuanya karena kekecewaan terhadap pendidikan sekolah atau kekerasan yang dilakukan orang tua.

Menurut Kirik Ertanto, latar belakang anak menjadi anak jalanan dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, kekecewaan mereka atas pendidikan di sekolah. Di sekolah ia dicap sebagai anak nakal dan bodoh sehingga sering dimarahi oleh guru. Kedua, permasalahan yang dihadapinya di sekolah biasanya dilaporkan kepada orang tua murid. Laporan ini biasanya menjadi penyulut kemarahan orang tua bahkan seringkali diikuti dengan kekerasan (Kirik Ertanto dalam www.kunci.or.id/htm). Sedangkan penelitian tim peneliti dari Universitas Diponegoro menyatakan bahwa alasan utama untuk menjadi anak jalanan disebabkan oleh ketidakharmonisan keluarga dan kurangnya perhatian orang tua (66,7%), kemiskinan keluarga dan dorongan teman (22,4%) dan lain-lain (10,9%) (Nur Rochaeti dkk dalam www.undip.ac.id/riset/htm).

Kedua hal tersebut menimbulkan kekecewaan pada diri mereka atas perlakuan yang ia terima dari dunia pendidikan. Akibatnya hal itu mendorong mereka untuk pergi ke jalanan mencari kebebasan tanpa beban “pendidikan”. Padahal pendidikan merupakan salah satu hak asasi mereka tetapi justru dianggap sebagai beban yang harus dihindari. Tetapi bagaimanapun juga hak asasi mereka itu harus tetap ditegakkan. Mengenai hak asasi memperoleh pendidikan ini termuat dalam konvensi hak-hak anak 1989 PBB pasal 28 disebutkan “mengakui hak anak atas pendidikan dan dengan tujuan mencapai hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama”. Selain itu juga dikuatkan oleh hukum di negara kita yang termuat dalam UUD 1945 pasal 28 C ayat 1 dinyatakan “ Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan, dann memperoleh manfaat iptek”. Selain itu juga termuat dalam UU No 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Di dalamnya termuat hak anak yang meliputi hak perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diridan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Bila dikaji berdasarkan dasar hukum diatas, pelanggaran yang terjadi terhadap anak jalanan diantaranya hak memperoleh perlindungan orang tua dan masyarakat serta hak memperoleh pendidikan. Didasari alasan tersebut, sangat perlu dirancang sebuah sistem pendidikan yang khusus diberikan kepada anak jalanan sesuai dengan minat mereka, minimal pendidikan mengenai moral, agama, dan keahlian khusus sebagai bekal bagi masa depan mereka.

Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan adalah dunia yang penuh dengn kekerasan dan eksploitasi. Pertarungan demi pertarungan selalu berakhir dengn kekalahan tanpa ada kemenangan dari pihak manapun. Berbagai penelitian mengungkapkan situasi buruk yang dialami oleh anak jalanan. Lebih tragis lagi kekerasan oleh anak jalanan justru dilakukan oleh petugas keamanan yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap mereka. Menurut penelitian YDA menyatakan bahwa bahaya terbesar yang paling sering dialami anak jalanan adalah dikejar polisi dimana 91% anak yang pernah tertangkap mengaku mengalami penyiksaan. Selain kasus kekerangan yang dialami secara personal, kekerasan terhadap komunitas juga kerap terjadi (Odi Shalahudin dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm)

Yang lebih parah lagi anak-anak jalanan juga mengalami siksaan atau kekerasan dari pihak sindikat yang secara terselubung mengkoordinasi kerja mereka. Sindikat tersebut memanfaatkan atau mengeksploitasi anak jalanan untuk menjadi pengemis, pengamen, pencopet atau bahkan eksploitasi seksual. Fenomena ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang pemanfaatan atau eksploitasi masyarakat yang termarjinalkan demi pencapaian maksud untuk meraup keuntungan diatas penderitaan orang lain. Hal ini merujuk kepada Konvensi Hak Anak 1989 PBB pasal 36 menyatakan “ akan melindungi anak terhadap semua bentuk lain dari eksploitasi yang merugikan tiap aspek dan kesejahteraan anak.”

Kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh anak jalanan yang terungkap ke publik hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus kekerasan yang sering terjadi dalam kehidupan anak jalanan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Dalam situasi kekerasan yang dihadapi terus menerus dalam perjalanan hidupnya, akan membentuk nilai-nilai baru dalam dan tindakan yang mengedepankan kekerasan sebagai jalan keluar untuk mempertahankan hidupnya. Ketika memasuki usia dewasa, besar kemungkinan bagi mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksplotasi terhadap anak-anak jalanan.

Berkenaan dengan kekerasan terhadap anak jalanan, hukum nasional kita telah mengaturnya dalam UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 yang menyatakan bahwa hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dengan demikian tindak kekerasan terhadap anak jalanan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Lebih lanjut, kita juga dapat merujuk pada Konvensi Hak-hak Anak PBB pasal 37 menyatakan “ menjamin anak tidak menjalani siksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi dan tidak bermanfaat; menjamin untuk tidak dirampas kemerdekaannya secara sewenang-wenang.”

Kekerasan lainnya adalah kekerasan dan eksploitasi seksual. Hampir seluruh anak jalanan perempuan pernah mengalami pelecehan seksual terlebih bagi anak yang tinggal di jalanan. Ketika tidur, kerapkali mereka menjadi korban dari kawan-kawannya atau komunitas jalannya, misalnya digerayangi tubuh atau alat vitalnya. Bentuk kekerasan lain adalah perkosaan dan sodomi. Menurut laporan Setara (1999)_ menyatakan bahwa 30% anak jalanan perempuan mengalami hubungan seksual pertama akibat perkosaan. Tak jarang perkosaan dilakukan oleh sekelompok orang yang dikenal dengan istilah pangris atau jepeng baris. Anak jalanan perempuan juga diketahui rentan menjadi korban eksploitasi seksual komersial yang meliputi prostitusi, perdagangan untuk tujuan seksual dan pornografi. Indikasi perdagangan anak untuk prostitusi dengan sasaran anak jalanan perempuan telah dikemukakan oleh Setara (1999). Hasil monitoring Yayasan Setara dalam periode Januari-Juni 2000 mencatat ada 10 anak yang diperdagangkan di daerah Batam dan Riau (Odi Shalahuddin dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm)

Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Setara di Semarang menemukan bahwa 46,4% anak jalanan perempuan berada dalam prostitusi. Menyangkut anak laki-laki, informasi mengenai hal tersebut masih sangat terbatas. Pada pertengahan tahun 1990-an pernah dikenal suatu kelompok yang menamakan diri “Balola” yang kepanjangannya adalah bajingan lonthe lanang, yang mangkal di depan sebuah hotel dekat Simpang Lima, Semarang. Berdasarkan informasi dari anggota komunitas jalanan dan pendamping anak jalanan, pada pertengahan tahun 1990-an di seputar Simpang Lima ada komunitas anak laki-laki yang dilacurkan dan digunakan oleh para lelaki dewasa yang disebut Meong. Meskipun berbeda komunitas, pada saat ini di beberapa tempat juga dijadikan sebagai tempat berkumpul anak laki-laki yang dilacurkan. (Odi Shalahuddin dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm)

Di Indonesia, berdasarkan perkiraan seorang aktivis hak anak, diperkirakan ada 30% anak dari jumlah keseluruhan pekerja seksual komersial yang ada atau berkisar antara 40.000 – 150.000 anak. Berkenaan dengan prostitusi anak, peraturan mengenai hal ini dalam hukum nasional kita belum diatur. Untuk mensikapi hal ini kita bisa merujuk pada Konvensi Hak-Hak Anak pasal 34 yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Keppres No 36 tahun 1990 yang menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan dari eksploitasi seksual dan penganiayaan seksual termasuk prostitusi dan pornografi. Konggres Dunia Menentang Eksploitasi Seksual Komersial yang berlangsung di Stockholm- Swedia pada tahun 1996 telah mengidentifikasikn prostitusi sebagai salah satu bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak selain perdagangan anak untuk tujuan seksual dan pornografi anak. Kongres ini dapat dikatakan merupakan dasar bagi perjuangan bersama di tingkat internasional untuk menghentikan eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Konvensi ILO No. 182 yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 1 tahun 2000, menyatakan bahwa prostitusi merupakan salah satu pekerjaan terburuk untuk anak yang perlu dihapuskan. Dari ketiga dasar ini, kita bisa secara tegas menyatakan bahwa prostitusi anak adalah tindakan integral dengan menempatkan anak sebagai korban eksploitasi seksual. Dengan demikian, maka pihak-pihak yang memanfaatkan atau memberikan kesempatan bagi terjadinya prostitusi anak merupakan kejahatan ( Odi Shalahudin dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm.).

Berkaitan dengan banyaknya pelanggaran hak asasi manusia terhadap fenomena anak jalanan, tentu perlu kiranya dipikirkan cara pemecahan yang tepat untuk menangani masalah ini. Selama ini telah dilakukan berbagai upaya untuk menengani masalah tersebut. Diantaranya adalah dengan upaya pembimbingan anak-anak jalanan oleh organisasi kemasyarakatan (LSM). Program pembimbingan ini bertujuan untuk meningkatkan martabat anak jalanan dalam aspek kemandirian, literasi, enumerasi, dan keterampilan kerja.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan selama ini adala pendekatan “penjaringan” atau razia oleh polisi untuk dikirim ke panti-panti rehabilitasi dan memberikan keterampilan untuk anak jalanan. Namun sepertinya upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini kurang efektif. Untuk mengatasi masalah anak jalanan memang sangat sulit karena persoalan ini sangat kompleks. Perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak untuk menangani masalah ini seperti pemerintah, Organisasi Non-pemerintah (NGO), organisasi sosial kemasyarakatan, akademisi, dan masyarakat umum.

Kesimpulan
Anak jalanan adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian waktunya atau seluruh waktunya di jalanan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Berdasarkan hubungnnya dengan orang tua, anak jalanan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu, anak yang bekerja di jalanan dan anak yang tinggal di jalanan.

Anak jalanan mengalami kehidupan yang keras dalam kondisi dan situasi yang buruk bahkan hak-haknya banyak terlanggar. Sebagai anak, mereka tidak lagi mampu menikmati hak-haknya yang tercakup sebagai hak anak yang telah diatur dalam perundang-undangan di negara kita. Adapun hak-hak asasi anak yang sering terlanggar dalam kehidupan anak jalanan diantaranya hak mendapat perlindungan dari orang tua dan masyarakat, meperoleh pengajaran, dan hak perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak perlindungan anak dari eksploitasi dan penyalahgunaan seksual. Bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi dalam kehidupan anak jalanan diantaranya eksploitasi oleh oknum-oknum tertentu untuk menjadi pengemis, pengamen, pencopet bahkan pelacur oleh sindikat tertentu, penyalahgunaan seksual baik sodomi maupun perkosaan, tidak adanya akses pendidikan dan siksaan dan kekerasan dari berbagai pihak.

Masalah pelanggaran hak asasi manusia dalam kehidupan anak jalanan ini menuntut serangkaian upaya untuk memperjuangkannya agar tidak semakin memperpanjang daftar pelanggaran hak asasi manusia di negara kita. Akan tetapi menangani masalah anak jalanan bukanlah hal yang mudah karena kekomplekan masalahnya. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah, lembaga kemasyarakatan maupun kalangan akademisi.

Referensi
Kirik Ernanto, “ Anak Jalanan dan Subkultural: Sebuah Pemikiran Awal”, dalam www.kunci.or.id/htm., 30 Maret 2005.
Kirik Ernanto, “Peta Jaring-Jaring Persoalan Anak di Perkotaan Bab I”, dalam www.humana.20m.com/bab1/htm., 31 Maret 2005.
Kirik Ernanto dan Siti Rohana, “Peta Jaring-Jaring Persoalan Anak di Perkotaan Bab II”, dalam www.humana.20m.com/bab II/htm., 31 Maret 2005.
Nur Rochaeti,dkk, “Penanganan Anak Jalanan di Kotamadya Dati II Semarang”, dalam www.undip.ac.id/riset/htm., 30 maret 2005.
Odi Shalahudin, “Kekerasan terhadap Anak Jalanan, dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm., 30 Maret 2005.
Odi Shalahudin, “Prostitusi Anak Jalanan Semarang (1)”, dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm., 30 Maret 2005.
Odi Shalahudin, “Prostitusi Anak Jalanan Semarang (2)”, dalam www.anjal.blogdrive.com/archive/htm., 30 Maret 2005.

ILMU PENGETAHUAN TELAH BERAKHIR




Alam semesta yang kita kenal merupakan suatu kombinasi dari materi, energi, ruang, waktu dan kehidupan yang rumit. Materi dan energi berinteraksi dalam ruang yang menimbulkan gerakan dan masing-masing gerakan atau kejadian memerlukan suatu kurun waktu. Entitas-entitas dasar yang saling terkait dan diatur oleh hukum-hukum alam inilah yang merupakan tema ilmiah bagi manusia.

Para ilmuwan berusaha memahami alam dan mereduksi pemahaman mereka ini dalam bentuk berbagai hukum. Dalam upaya penelitian, observasi, eksperimen dan inferensi ini, pengetahuan yang luas sekali mengenai berbagai aspek alam dikumpulkan. Pengetahuan mengenai alam yang terkumpul dan yang tersusun secara sistematik inilah yang disebut sains. (Aneesuddin, 2000).

Sains telah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan kemajuan manusia. Pandangan selintas kepada sejarah menunjukkan bahwa pengetahuan dan keberhasilan-keberhasilan manusia dalam bidang sains sudah semakin banyak dari generasi ke generasi sejalan dengan semakin banyaknya kebutuhan manusia. Buah dari kemajuan sains dapat dilihat dari berbagai ragam hasil karyanya : pesawat terbang, roket, radio, televisi, komputer, mikroskop elektron, dan lain sebagainya. Pada abad ini perkembangan sains diyakini akan mencapai puncaknya.

Kemajuan sains yang sedemikian pesatnya memunculkan pendapat pada sebagian ilmuwan bahwa era sains sebentar lagi akan segera berakhir. Sebentar lagi manusia akan mampu untuk mengetahui segala rahasia alam yang selama ini belum terungkap. Keyakinan para ilmuwan ini didasari atas proposisi yang menyatakan bahwa seluruh gaya-gaya di alam semesta hanyalah merupakan manivestasi berbeda-beda dari satu gaya fundamental yang sama. Dari sinilah mereka percaya bahwa melalui suatu perumusan teori tunggal atau teori segala hal, semua pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena-fenomena alam akan terpecahkan. Teori tunggal ini dapat merangkum seluruh hukum-hukum yang berlaku secara lokal menjadi konsep yang dapat diterima secara universal yang berlaku di segala penjuru alam semesta.

Stephen hawking dalam Aneesuddin (2000) menyatakan bahwa penemuan teori segala hal ini dapat dipahami sebagai kemenangan terbesar nalar manusia. Apabila teori yang sempurna itu bisa dirumuskan maka pertanyaan untuk apa kita dan alam semesta itu ada akan segera terjawab sehingga kita dapat memahami pemikiran Tuhan.

Revolusi Sains

Teori kuantum yang dikembangkan oleh Erwin Schrödinger dan Werner Heisenberg, serta teori relativitas khusus yang dibangun oleh Albert Einstein pada permulaan abad ke dua puluh dapat dipandang sebagai dua teori fisika yang sangat revolusioner karena telah memperkenalkan perubahan yang sangat drastis dalam konsepsi kita mengenai alam semesta beserta semua fenomena atau peristiwa yang terjadi di dalamnya. Pemakaian kedua teori ini telah terbukti sangat ampuh untuk menjelaskan berbagai masalah fisika fundamental yang belum terpecahkan sampai akhir abad kesembilan belas.

Teori kuantum dikembangkan setelah mengamati bahwa benda mikroskopik seperti atom dan molekul, mempunyai perilaku yang sangat berbeda dari perilaku benda makroskopik yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya, perilaku sebuah benda mikroskopik selalu didasarkan pada prinsip ketakpastian (Heissenberg uncertainty principle) dan pada tafsiran kemungkinan (probability interpretation) yang sama sekali tidak berlaku untuk sebuah benda makroskopik.

Teori relativitas khusus yang diperkenalkan Einstein dibangun berdasarkan pemikiran bahwa ruang dan waktu memainkan peranan yang sama pentingnya untuk menjelaskan tiap peristiwa yang terjadi dalam alam semesta ini. Teori ini sangat sesuai digunakan untuk sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan yang sangat besar. (Silaban, P)

Perumusan Teori Segala Hal

Teori segala hal adalah teori fisika yang berambisi untuk menyatukan seluruh gaya-gaya di alam semesta ke dalam satu penjelasan teoritis. Gaya-gaya semesta tersebut meliputi gaya elektromagnetik, gaya elektro lemah, gaya elektro kuat, dan gaya gravitasi. Teori segala hal berpusat pada proposisi yang menyatakan bahwa seluruh gaya-gaya di alam semesta hanyalah merupakan manivestasi berbeda-beda dari satu gaya fundamental yang sama.

Sejauh ini, kemajuan telah dibuat dengan menyatukan gaya elektromagnetik, gaya elektro kuat, dan gaya elektro lemah ke dalam satu teori yang disebut teori medan kuantum atau teori medan bersatu ( Grand Unified Field Theories ). (Silaban, P)
Teori medan bersatu (quantum field theory) yang merupakan gabungan dari teori kuantum dengan teori relativitas khusus telah berhasil menjelaskan banyak sekali proses yang melibatkan partikel elementer. Teori ini, yang dirumuskan sebagai sebuah teori medan gauge (gauge field theory) memungkinkan para ilmuwan fisika untuk memahami ketiga interaksi fundamental yang menentukan perilaku partikel-partikel elementer yakni, interaksi elektromagnetik (electromagnetic interaction), interaksi lemah (weak interaction) dan interaksi kuat (strong interaction). (Priambodo, 2004)

Sayangnya, upaya-upaya untuk menyatukan teori medan bersatu dengan prinsip-prinsip gravitasi selalu gagal. Kegagalan ini disebabkan karena rumusan matematis gaya gravitasi tidak bisa dipertemukan dengan prinsip-prinsip dalam ilmu mekanika kuantum (prinsip mekanika untuk materi-materi yang berada dalam ukuran sangat kecil, misalnya elektron, proton, quarks, dll). Kegagalan penyatuan gaya gravitasi dengan prinsip mekanika kuantum inilah yang selama ini menghambat perumusan teori segala hal. (Priambodo, 2004)

Gaya gravitasi, satu-satunya gaya yang belum disatukan dengan teori medan bersatu, dirumuskan oleh Albert Einstein dalam teori relativitas umum. Menurut teori tersebut, gaya gravitasi sebenarnya merupakan pendistorsian (pelengkungan) geometri ruang waktu akibat hadirnya materi dan energi. Semakin tinggi jumlah materi (massa) atau energi yang hadir, maka akan semakin terdistorsilah ruang waktu disekelilingnya.

Walaupun perumusan teori medan bersatu masih jauh dari sempurna, hanya teori inilah yang dapat menjadi pintu gerbang terdekat menuju keberhasilan perumusan teori segala hal. Yang kita butuhkan hanyalah tinggal menyatukan teori medan bersatu dengan teori gaya gravitasi.

Hasil-hasil yang sangat mengagumkan yang dicapai oleh teori medan gauge ini adalah sebagai berikut
  • Penemuan arus netral lemah (weak neutral current)
  • Penjelasan mengenai terbentuknya massa partikel elementer melalui pengrusakan simetri secara spontan (spontaneously broken symmetry).
  • Pembangunan sebuah model unifikasi dari interaksi elektromagnetik dengan interaksi lemah oleh Glashow, Weinberg dan Salam (GWS mode). Model unifikasi ini dikenal sebagai model electroweak (electroweak model).
  • Pembangunan berbagai model teory unifikasi agung (GUT – grand unified theory) yang menggabungkan ke tiga interaksi fundamendal tersebut.
  • Membuka kemungkinan untuk membangun sebuah teori medan kuantum yang menggabungkan fermion dan boson yang dikenal sebagai teori supersimetri.
  • Pembangunan model supersimetri unifikasi agung sebagai sebuah teori medan gauge lokal yang memasukkan gravitasi. Model ini dikenal sebagai model supergravitasi.
Dalam teori medan kuantum, semua partikel elementer diperlakukan sebagai sebuah benda titik. Benda titik ini menghasilkan divergensi yang sepenuhnya tidak dapat dilenyapkan. Untuk menghindari divergensi ini maka teori ini dikembangkan kedalam sebuah teori dimana partikel elementer itu dipandang bukan sebagai sebuah benda titik, tetapi sebagai sebuah dawai yang panjangnya 10-33 cm. Teori ini dinamakan teori superdawai (super string theory). Ternyata teori superdawai ini memungkinkan penggabungan medan gravitasi dengan interaksi elektromagnetik, interaksi lemah dan interaksi kuat. Karena itu, teori ini diyakini merupakan teori dari segala sesuatu (theory of everything) yang selama ini dicari para ilmuwan.

Namun demikian, sampai sekarang ini belum ada satupun teori yang betul-betul dapat diandalkan untuk menggabungkan ke empat jenis interaksi itu yakni, belum ada satu teori yang secara menyakinkan mampu menjelaskan adanya gravitasi kuantum (quantum gravity).

Teori kuantum dan teori relativitas khusus tersebut tidak memperhitungkan pengaruh medan gravitasi dalam semua proses fisika. Untuk menjelaskan pengaruh medan gravitasi itu maka pada tahun 1911, Einstein membangun sebuah teori gravitasi baru yang dinamakan teori relativitas umum (general theory of relativity).

Dalam teori relativitas khusus dan dalam teori relativitas umum, arti dari jarak di antara dua benda dalam sebuah ruang berdimensi tiga seperti yang biasanya kita pahami harus digeneralisir kedalam sebuah interval dalam sebuah ruang-waktu berdimensi empat. Interval ini dinamakan juga metrik dari ruang waktu itu karena bentuk dari interval ini ditentukan oleh komponen-komponen dari sebuah tensor metrik yang nilainya bergantung pada materi yang terdapat dalam ruang-waktu tersebut.

Dalam teori relativitas khusus, interval ruang-waktu inilah yang digunakan untuk menjelaskan mengapa sebuah jam yang bergerak akan menunjukkan waktu yang lebih lambat dibandingkan kepada waktu yang ditunjukkan oleh jam yang diam, dan mengapa sebuah tongkat yang bergerak mempunyai panjang yang lebih pendek dibandingkan kepada panjang dari tongkat itu sewaktu diam. Dalam teori relativitas umum, interval ruang-waktu itu adalah sebuah pemecahan dari persamaan medan gravitasi Einstein di luar sebuah distribusi materi. Interval dari sebuah ruang-waktu dalam teori relativitas umum selalu mempunyai sebuah singularitas. Singularitas ini mengindikasikan keberadaan sebuah benda yang sangat masif yang dinamakan lubang hitam (black hole). Benda yang berperilaku menyerupai sebuah lubang hitam tetapi dengan arah waktu yang dibalikkan (time reversed black hole) dinamakan sebuah lubang putih (white hole).

Persamaan medan gravitasi Einstein mengandung sebuah konstanta kosmologi yang sampai sekarang masih menimbulkan berbagai macam kontroversi. Teori relativitas umum inilah yang mendasari semua model kosmologi relativistik yang menjelaskan struktur dari sebuah alam semesta berskala besar. Berdasarkan sejumlah besar hasil observasi yang didapatkan sampai sekarang maka disimpulkan bahwa alam semesta ini bersifat homogen dan isotropik. Walaupun banyak sekali model kosmologi relativistik yang telah dikembangkan para ilmuwan fisika sampai sekarang, namun menurut catatan sejarah perkembangannya semua model tersebut diilhami oleh model-model kosmologi homogen yang mula-mula dibangun oleh Einstein, de Sitter dan Friedmann.

Model Kosmologi Einstein yang dikembangkan pada tahun 1916 adalah sebuah model kosmologi untuk sebuah struktur ruang waktu yang statis dan yang mempunyai kelengkungan positif yang konstan. Model ini kemudian dimodifikasi setelah Hubble menemukan bahwa alam semesta ini bukan statis tetapi terus mengembang.

Model kosmologi de Sitter yang dikembangkan pada tahun 1917 adalah sebuah model kosmologi untuk sebuah struktur ruang-waktu tanpa materi dan mempunyai kelengkungan negatif yang konstan. Perlu dicatat bahwa de Sitter adalah ilmuwan pertama yang membuktikan bahwa materi tidak diperlukan untuk menghasilkan kelengkungan dari ruang-waktu.

Model kosmologi Friedmann yang dibangun pada tahun 1922 dapat dipandang sebagai sebuah model yang berada di antara model kosmologi Einstein dan model kosmologi de Sitter.

Alam semesta yang bersifat homogen dan isotropik yang paling sering dianalisis mempunyai struktur geometri yang dinyatakan oleh metrik Robertson- Walker. Metrik ini adalah sebuah pemecahan dari persamaan medan Einstein vakum dengan memilih konstanta kosmologi yang besarnya sama dengan nol. Kelahiran alam semesta seperti ini selalu diawali oleh sebuah dentuman besar (bigbang) yang terjadi pada waktu Planck, t = 10-43 detik. Metrik ini mengandung sebuah faktor skala yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan ekspansi dari alam semesta yang biasanya dikenal sebagai konstanta Hubble. Metrik ini juga mengandung sebuah indeks kelengkungan yang akan menentukan apakah alam semesta itu merupakan sebuah alam semesta terbuka, alam semesta datar, atau alam semesta tertutup. Hasil-hasil perhitungan menunjukkan bahwa masingmasing alam semesta ini mempunyai umur yang ordenya 10 milyar tahun. Einstein sendiri yakin bahwa alam semesta ini adalah sebuah alam semesta yang tertutup. GUT adalah satu-satunya teori yang memungkinkan kita untuk menelusuri kembali sejarah alam semesta semenjak kelahirannya pada waktu Planck.

Pada waktu kelahiran alam semesta, besarnya temperatur adalah 1032 derajat kelvin dan segala sesuatu terdapat dalam bentuk radiasi. Pada waktu-waktu yang selanjutnya, terjadi pengrusakan simetri yang menghasilkan massa. Tabel berikut ini memperlihatkan kronologi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak kelahiran alam semesta, dan juga menunjukkan energi, temperatur dan besarnya ukuran dari alam semesta pada waktu-waktu yang bersangkutan. Hasil-hasil dalam tabel ini dihasilkan dari model kosmologi yang digabungkan dengan teori unifikasi agung (GUT = Grand Unified theory).

Teori Segala Hal Dalam Pemikiran Islam

Allah SWT Maha Mengetahui bahwa dunia akan melewati abad sains ketika segala sesuatu akan ditimbang dengan pertimbangan sains. Melalui Al Quran yang diturunkan 1400 tahun lalu, Allah menyajikan topik pembahasan mengenai sains dengan cara sedemikian rupa sehingga pengetahuan kita mengenai sains pada abad ini akan membuktikan kebenaran Al Quran. Sebagai kitab suci agama Islam, Al Quran membahas berbagai topik yang mengesankan tentang kemajuaan sains yang ternyata sesuai dengan standar-standar intelektual pada masa kini.

Namun terlepas dari itu semua, apakah usaha manusia untuk dapat mengungkap seluruh rahasia alam melalui perumusan teori tunggal ini akan benar-benar terwujud. Padahal dalam Al Quran, Allah mejelaskan :
Allah Maha Mengetahui apa yang ada di di hadapan mereka dan yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari Ilmu-Nya selain apa yag dikehendaki-Nya. (QS Al Baqarah : 255)

Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah memberikan keterbatasan terhadap kemampuan pikir manusia. Pengetahuan manusia hanya mencakup segala sesuatu yang sangat terbatas dan tidak akan mampu melacak keberadaan realitas tertinggi baik melalui jalur sains maupun melalui jalur lainnya (metafisik, mistik, dll).

Hal ini juga terkait dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dimana ketika suatu teori dirasakan mulai menyentuh dan memberikan kejelasan kepada suatu masalah, maka akan segera muncul permasalahan-permasalahan yang lain. Teori-teori ilmiah lama telah digantikan oleh teori-teori yang lebih modern yang dilandaskan kepada premis yang sama sekali berbeda, yang berakibat pada disalahkan atau dihilangkannya prinsip-prinsip imiah sebelumnya.

Dalam upaya perumusan teori tunggal, para ilmuwan sendiri tidak terlalu yakin apakah sains akan mampu mengakhiri tugasnya dengan baik. Dengan demikian akankah segala hal di alam semesta ini dapat dijelaskan melalui satu teori yang disebut teori segala hal?