Saling Berbagi Pengetahuan, Pemikiran dan Cerita Terkait Agama, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Kesehatan, Lingkungan, Energi, Bisnis, Manajemen, Sosial, Budaya, Sejarah, Dll
Rabu, 15 Juli 2009
AGAMA NENEK MOYANG
Assalamualaikum Wr. Wb.
Bismillahhirohmanirrohim
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah:170).
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (QS. Al Maidah5:104).
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?. (QS. Al A’raf7:28).
Menurut saya, ayat – ayat di atas tidak hanya ditujukan hanya kepada kaum Musyrikin penyembah berhala, tetapi peringatan – peringatan tersebut juga ditujukan kepada beberapa kelompok dari kalangan islam sendiri, yang hanya mengaku islam di luarnya saja. Mereka sebenarnya bukanlah seorang islam sejati, tetapi orang yang mengaku – ngaku islam.
Golongan yang seperti ini, kenyataannya memang jumlahnya semakin banyak dalam kehidupan kita sekarang ini. Mereka mengaku sebagai seorang muslim, mereka juga dalam beberapa kesempatan kita jumpai melakukan shalat, dan juga ikut serta dalam shalat jama’ah di masjid, dan juga selalu hadir dalam shalat jama’ah juma’at (bagi yang laki – laki). Mereka juga ikut merayakan hari – hari besar agama. Kita dapati juga wanita – wanita dari kalangan ini juga mengenakan jilbab.
Akan tetapi, ketika mereka kembali berbaur dengan masyarakat, kembali ke pekerjaan – pekerjaan duniawi mereka, maka kita dapati mereka tidak tampak lagi sebagai seorang Muslim. Mereka melakukan penyelewengan amanat, mereka melakukan pungli, mereka menggunakan fasilitas umum untuk mendapatkan keuntungan pribadi, mereka melakukan korupsi, mereka melakukan kolusi, mereka melakukan nepotisme tanpa dasar yang jelas, dan lain sebagainya. Atau perbuatan hal – hal lainnya yang sepele tapi menyesakkan dada, seperti mengunjing orang lain, menghasut, fitnah, berkata bohong untuk keuntungan pribadi, dan lain sebagainya.
Kita bisa melihat mereka – mereka ini dalam kehidupan sehari – hari. Beberapa orang menjadi mafia peradilan, beberapa lagi menjadi mafia pendidikan, beberapa lagi menjadi mafia kantoran, mafia pemerintahan, mafia perekonomian, mafia informasi, mafia birokrasi, dan dalam banyak bidang pekerjaan lainnya dimana mereka menyisipi amanat perkerjaan itu dengan praktek yang kotor. Mereka berlomba – lomba memakan harta melalui jalur yang tidak halal seperti riba, memakan dari hasil uang yang bukan haknya, memakan uang sogokan, salam tempel, dan lain sebagainya.
Tetapi mereka tetap saja mengaku sebagai bagian dari islam. Mereka tetap memakai jilbab (bagi yang wanita), berkata santun apabila bertemu orang, bagi yang laki – laki juga sering kita temui masih melaksanakan shalat Jama’ah Jumat, dan lain sebagainya. Bukankan ini adalah sebuah ironi?
Budaya kotor yang sudah sangat kental ini sebenarnya sudah mereka akui sendiri merupakan lanjutan dari apa yang mereka dapati dari pendahulu – pendahulu mereka, senior – senior mereka, bapak dan ibu mereka, guru – guru mereka, atasan – atasan mereka, teman – teman mereka dan bahkan ada yang hanya karena berupaya meniru mereka – mereka yang berasal dari kalangan di luar islam. Padahal tidak semua yang demikian itu adalah baik.
Karena mereka hanya ikut – ikutan saja terhadap apa yang dilakukan pendahulu – pendahulu mereka, padahal dirinya mengaku seorang muslim, maka bisa dikatakan bahwa sebenarnya mereka bukanlah seorang muslim sejati. Mereka ini hanya orang – orang yang mengaku dirinya islam tetapi sebenarnya mereka adalah orang – orang yang hanya mengikuti agama nenek moyangnya itu, yaitu islam menurut persepsi nenek moyangnya. Dan dengan demikian mereka tidak dapat dikatakan sebagi seorang yang islam. Tetapi mereka hanyalah orang yang beragama seperti nenek moyangnya itu. Tidak peduli apakah nenek moyangnya itu mereka dapati menyembah berhala, lalu mereka secara berduyun – duyun mengikutinya, atau karena mereka juga mendapati nenek moyang mereka melakukan korupsi, maka mereka secara berjamaah pun mengikutinya. Melihat nenek moyangnya melakukan dan menerima sogok, pungutan liar, maka mereka secara berlomba – lomba pula melakukannya.
Seringkali juga dalam perkara – perakara yang masih belum jelas gelap terangnya, halal haramnya, mereka embat saja semuanya. Padahal Allah dan Rasul memerintahkan manusia agar memakan harta yang jelas kehalalannya.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah :168).
Diriwayatkan dari Abu Abdullah Al Nu'man ibn Basyer RA, dimana beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya perkara yang halal itu terang jelas, dan sesungguhnya perkara yang haram itu terang jelas, dan di antara kedua perkara tersebut ada perkara-perkara syubhat yang kesamaran yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga perkara syubhat maka sesungguhnya dia telah membersihkan agamanya dan maruah dirinya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia telah jatuh dalam perkara haram, umpama seorang pengembala yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, dibimbangi dia akan menceroboh masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahawa setiap raja ada sempadan dan sesungguhnya sempadan Allah itu ialah perkara – perkara yang diharamkanNya. Ketahuilah bahwa dalam setiap jasad itu ada seketul daging yang apabila ia baik maka baiklah seluruh jasad dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah ia adalah hati”. (Hadis riwayat Al lmam Al Bukhari dan Muslim).
Hal ini sungguh sangat disayangkan. Karena segala hal penyelewengan seperti misalnya pungli dan sogok dibudayakan, dan seolah – olah hasil yang diperoleh darinya sudah dianggap sesuatu yang biasa. Dan karenanya mereka menghalalkannya dan memberikan persetujuan sosial terhadapnya. Dan tindakan itu tidak lagi dilakukannya secara sembunyi – sembunyi, tetapi sudah mereka lakukan secara terang – terangan. Mereka mengakuinya dan bahkan berbangga atasnya.
Akan tetapi, kita sering melihat bahwa beberapa diantara mereka sebenarnya dulunya adalah aktivis kampus yang selalu berkata dan berteriaak secara lantang: tolak korupsi, tolak kolusi, tolak nepotisme! Gantung koruptor! Tolak Liberalisme! Tapi kenyataannya setalah mereka lulus dari kuliahnya dan masuk dalam dunia kerja, dunia pemerintahan, dan berbaur dengan masyarakat, justru mereka inilah yang paling pertama dan yang paling bersemangat untuk melakukan perbuatan kotor itu. Semagat mereka untuk berbuat kotor ketika sudah masuk lingkungan demikian sama halnya dengan semagat mereka dahulu sebagai aktivis kampus untuk menolaknya, bahkan lebih dari itu. Idealisme mereka ternyata tidak lebih dari ibarat debu yang menempel di permukaan sebuah batu. Ketika hujan turun, maka lenyaplah debu itu dari permukaan batu, dimana batu itu kemudian menjadi licin, mulus, dan hilang tidak berbekas sama sekali idealisme mereka itu.
Beberapa lainnya selalu ragu – ragu awalnya untuk melakukan itu. Mereka sadar bahwa itu salah. Tetapi setelah didapatinya seolah – olah tidak ada jalan keluar dan tidak banyak yang bisa diperbuatnya untuk mengubah budaya itu, ia pun akhirnya turut serta menggabungkan diri. Dari yang awalnya ragu – ragu, menjadi malu – malu kucing, akhirnya bak singa yang sedang lapar, semuanya diterkam tanpa batasan.
Sungguh apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah suatu kerugian! Semoga mereka kembali ke jalan yang benar!
Tetapi ada juga kelompok yang secara sadar mengakui itu salah, tetapi mereka tidak merasa mampu untuk berbuat banyak terhadapnya, sehingga mereka hanya berdiam diri dan menutup mata. Kelompok yang demikian dapat dijelaskan melalui hadis berikut.
Daripada Abu Sa'id Al Khudrie RA. dimana beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa dari kalangan kamu melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Sekiranya dia tidak mampu maka hendaklah dia mengubahnya dengan lidahnya. Sekiranya dia tidak mampu maka hendaklah dia mengubahnya dengan hatinya. Yang sedemikian itu adalah selemah-lemah iman. (Hadis diriwayatkan oleh Al lmam Muslim).
Orang yang melihat suatu kemungkaran berlaku di depan matanya, dan dia berkuasa mencegahnya dengan tangannya atau dengan lidahnya maka dia berkewajipan mencegah kemungkaran tersebut. Dia berdosa apabila membiarkan kemungkaran tersebut berlalu tanpa sebarang tindakan atau percobaan untuk mencegahnya, kecuali kalau dia tidak mampu atau karena dibimbangi bahwa tindakannya nanti akan membawa kemudharatan kepada dirinya apabila dia mencegah kemungkaran itu. Mencegah kemungkaran hanya dengan hati, yaitu dengan membencinya dan berkeinginan mau mencegahnya pada suatu saat nanti kalau dia mampu. Orang yang berdiam diri inilah yang mana dalam hal ini mereka termasuk ke dalam kalangan dengan tingkatan iman yang paling lemah.
Lebih parah lagi, ketika mereka diingatkan untuk kembali ke jalan Allah dan Rasulnya, dan menjadi seorang Muslimin yang sebenarnya, mereka menolaknya, tidak menghiraukannya, atau bahkan memaki – maki orang yang memberi peringatan itu dengan celaan, “Sok suci kau!”. Dan pemberi peringatan itu pun ditinggalkan, tidak dihiraukan dan disisihkan dari pergaulan sehari – hari. Bahkan terkadang mereka memberi tambahan penghinaan terhadap si pemberi peringatan itu dengan sejumlah fitnah.
Hal ini sudah menjadi salah satu bukti bahwa memang telah datang zaman dimana orang hina dimuliakan dan orang mulia dihinakan. Salah satu tanda bahwa hitung mundur waktu kiamat sudah semakin mendekati saatnya.
Semoga kita semua selalu diberi rahmat dan hidayah oleh-Nya, sehingga kita selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang islam, jalannya orang yang berserah diri kepada Allah. Semoga kita selalu diselamatkan dari kesesatan.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Dan akhir kata saya tutup artikel ini dengan sebuah wasiat Rasulullah kepada kaum – kaum Muslimin yang hidup setelahnya.
Diriwayatkan dari Abu Najih Al 'lrbadh ibn Sariyah RA., dimana beliau berkata: Rasulullah SAW telah menasihati kami suatu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Hal itu seolah-olah merupakan nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal. Kami berkata: “Ya Rasulullah! Maka berikanlah kami wasiat!”. Baginda bersabda: Aku mewasiatkan kamu supaya bertaqwa kepada Allah SWT, supaya mendengar dan taat, sekalipun kamu diperintah oleh seorang hamba. Sesungguhnya, barangsiapa di kalangan kamu yang masih hidup nanti, niscaya dia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa'ur Rasyidin yang mendapat hidayat. Gigitlah ia dengan kuat (yaitu berpegang teguhlah kamu dengan sunnah-sunnah tersebut) dan berwaspadalah kamu dari melakukan perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu dalam neraka. (Hadis riwayat Abu Dawud dan Al Tirmizi. Al Tirmizi berkata ini hadis sahih).
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan beri komentar barupa kritik dan saran yang membangun demi kemajuan blog saya ini. Jangan malu - malu!